Pages

Tampilkan postingan dengan label Hand in Hand. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hand in Hand. Tampilkan semua postingan

Senin, 02 Desember 2013

Memorable Trip Nias Hand ini Hand #Day 2 and 3

Setelah melakukan kegiatan berbagi di hari pertama dan puncaknya yaitu acara Kamis Ceria Bersama Tango dan OBI di hari kedua sekarang saatnya menikmati keindahan alam Pulau Nias. Oiya di postingan ini saya akan banyak memunculkan foto foto yang bisa menggambarkan kecantikan Nias. Jadi jangan bosen yaa :)

Dari rumah Oprianus Gea kami menuju Pantai Fofola di Tuhemberua Nias Utara. Jaraknya sih tak begitu jauh dari rumah Oprianus, hanya sekitar 30 menit perjalanan. Tiba disana pantai sepi banget, gak ada pintu masuk yang biasa memungut retribusi, gak ada orang lalu lalang yang menjajakan jualannya seperti layaknya obyek wisata lain. Kalau menurut saya sih pantai Fofola itu bukan pantai yang dikelola pemerintah untuk tujuan wisata jadi yaaa orang lain bebas melihat pantai.
Sore hari di Fofola..
Di tepi pantai kami istirahat sambil menikmati kelapa muda dan cemilan pisang rebus dan ubi rebus. Bueehhh...rasanya nikmat banget, mungkin karena saya udah lama gak makan kedua cemilan itu kali yaa :)
Foto milik mas Iwok
Sekitar 1 jam kami disana menikmati indahnya pantai. Dua orang dari rombongan kami yaitu mba @justsilly dan @ruthwijaya sempat nyebur ke pantai. Yang lainnya duduk manis sambil leyeh leyeh, sibuk dengan gadget masing masing dan ada pula yang tertidur pulas karena keenakan dibelai angin pantai :)

Sebelum matahari terbenam pulang ke hotel untuk istirahat sejenak karena akan ada acara makan malam bersama. Tiba di hotel saat itu langit sedang cantik cantiknya. Subhanallah....
Lembayung senja di atas Wisma Soliga
Usai maghrib kami menuju Kaliki resto untuk makan malam bersama. Lokasi restonya di tepi pantai sama seperti Grand Kartika. Kalo kemarin kita masih sempat melihat pantai karena masih sore, kali ini gak bisa karena sudah malam. Jadilah makan malam kita hanya ditemani deburan ombak saja.
Udang crispy nya juaraaa banget...
Menu makanan gak jauh jauh dari seafood tapi kalo boleh compare rasanya dengan makan malam sebelumnya, kali ini lebih yummy, menu lebih bervariasi dan rasanya juara banget. Minumannya pun segar, saat itu saya memesan es timun yang pas banget gak terlalu manis.

Setelah santap malam kami melakukan sesi sharing bagaimana kesan pesan selama 2 hari mengikuti perjalanan ini. Dimulai dari mas Iwok yang bercerita panjang lebar kesannya dilanjutkan ke semua peserta. Tibalah giliran saya bercerita dan apa yang terjadi pemirsa? Saat awal bercerita baik baik saja tapi di tengah2 saya sukses mewek hingga terisak isak. Maluuuu banget rasanya karena gak bisa kontrol emosi rasa haru dan miris atas kondisi anak anak Nias.

Entah kenapa kalo saya bercerita tentang anak anak, yang terlintas di pikiran adalah Samara. Yaa.. kalo udah menyangkut Samara pasti gampang mewek. Huhuhu... Teringat betapa kurang beruntungnya anak anak itu yang hidup dalam himpitan kemiskinan membuat sebagian dari mereka tidak mengecap masa kanak kanaknya dengan gembira. Bayangkan saja anak usia 7 tahun sudah harus menggendong/momong adeknya yang berusia sekitar 1 tahun. Padahal nih...biasanya anak 7 tahunan itu sukanya bermain dengan teman temannya tanpa harus dibebani mengasuh adik. Tapi itulah kenyatannya. 

Tapi yang paling menyentuh hati saya adalah pertemuan saya dengan Brian yang kisahnya saya angkat dalam blog sharing kompetisi yang mengantar saya bisa ketemu langsung dengan "sang aktor". Sama sekali gak nyangka bisa menang dan bertemu Brian langsung melihat keadaan yang sekarang jauh lebih baik. Ahhh... mata saya mulai ngembeng lagi nih *tisu mana tisu*

Kelar semua peserta menyampaikan kesan kesannya kami pulang karena besok harus check out dari hotel jam 5 pagi untuk memulai perjalanan wisata. Suasana pamitan pun terasa menyedihkan karena kami harus berpisah dengan Bu Fasti sekeluarga. Sudah saya singgung di posting sebelumnya siapa itu bu Fasti. Semoga kelak suatu hari kita bisa bertemu lagi yaa dan satu pelajaran yang saya ambil dari bu Fasti yaitu ikhlas menolong orang dengan hati dan mengajarkan anak anaknya untuk berbagi di usia yang sangat dini. 

Akhirnya kami balik ke hotel untuk packing dan istirahat. Hasrat hati pengin bobo cepet eh malah bobonya jam 12 malam juga :) Jam 4 pagi harus bangun dan usai sholat subuh kami check out dari hotel menuju Teluk Dalam Nias Selatan untuk mengunjungi Pantai Sorakhe dan atraksi Lompat Batu.  Horeee... Can't wait to see lompat batu yang fenomenal ituh :)

Perjalanan pagi itu sempat ditemani rintik hujan tapi alhamdulilah gak lama. Karena perjalanan diperkirakan akan menempuh waktu 4 jam maka lumayan lah bisa bobo di mobil untuk melanjutkan yang tadi malam hehehe... Tapi ternyata saya gak bisa tidur sodara sodara karena sibuk nelpon ke rumah memantau Samara yang masih sakit.

Hingga akhirnya mobil yang kami tumpaki berhenti tidak boleh melintas jalan karena ada jalan yang ambruk tidak bisa dilewati. Kami putar balik mencari jalan lain yang ternyata harus lewat jalan kecil di tepi pantai kemudian berjalan di bibir pantai.

Wow...berasa off road loh. Pagi itu aktifitas pantai belum terlihat ramai hanya ada sebuah truk yang melintas, entah untuk mengangkut apa truk itu?


Melewati pinggir pantai membuat saya sedikit deg degan. Tak lama dari situ kami berhenti lagi karena ada spot bagus yang harus dilihat. Ini dia pemandangannya. Cantik yaa...
Indahnyooo...
Kalau yang ini versi panoramanya. Sejauh mata memandang kita disuguhi keindahan alam yang luar biasa. Hhmm...Lebih cantik mana pemirsa? :) 
Lanjut perjalanan menuju Pantai Sorakhe. Oiya saat itu baru setengah perjalanan loh, kami harus menempuh sekitar 1,5 jam lagi untuk tiba di Pantai Sorakhe. 

Jam 09.30 tiba di Pantai Sorakhe, suasana pagi itu tampak sepi pengunjung, hanya ada rombongan kami saja. Konon kabarnya Pantai Sorakhe merupakan salah satu dari 10 lokasi terbaik surfing di dunia jadi sering sekali turnamen surfing kelas dunia diselenggarakan di sini.
Sorakhe yang surut
Sayangnya saat itu pantai sedang surut jadi ombaknya tidak tinggi. Saya hanya melihat 2 orang turis asing yang berselancar. Kalau saya lihat sih ombaknya besar yaa tapi kata Pak Bike yang sudah beberapa kali ke sini mengatakan kalo ombak segitu termasuk kecil. 

Biasanya ombak besar terjadi pada bulan Juni - Juli dan saat itu berkumpul para surfer lokal maupun luar. Satu informasi lain yang saya dapat dari sopir kami bahwa ketinggian ombak Pantai Sorakhe sudah berubah akibat gempa yang terjadi beberapa tahun silam. Makanya sekarang para surfer "mengungsi" ke pantai Lagundri yang letaknya gak jauh dari situ.
ombak besarnya...
narsis dulu ya kakak.. :)
Di sepanjang tepi pantai banyak penginapan yang bisa disewa para surfer. Terlihat sepi yaa..
Homestay
Meski masih tergolong pagi tapi matahari sudah memancarkan panasnya, jadi saya hanya duduk cantik di saung sambil sesekali melihat mas bule ganteng yang lagi surfing.

Sekitar 30 menit di sana lanjut perjalanan menuju desa Bawa Mataluo untuk melihat atraksi lompat batu atau dalam bahasa Nias disebut Fahombo. Lokasinya tak jauh dari Sorakhe tapi karena jalanannya sepi dan menanjak makanya butuh waktu sekitar 30 menit.

Tiba di sana kami harus menaiki 86 anak tangga untuk menuju lokasi lompat batu.

Lumayan juga saya ngos ngosan naik anak tangga yang terbuat dari batu. Ada cerita lucu saat kami naik yaitu masing masing menghitung berapa anak tangga yang ada? Semua jumlahnya beda beda tapi kata sang guide jumlahnya 86. Okelah kita manut apa kata tour guide daripada disuruh turun lantas menghitung ulang? hihihi...*tempelkoyo*

Sampai di atas pemandangan cukup bagus tapi sayang tertutup mendung. Suasana di perkampungan sama seperti kampung wisata lain, banyak anak menjajakan souvenir, ada pula yang menawarkan diri menjadi tour guide. 

Rumah adat berjejer di kanan kiri jalan menuju tugu lompat batu. Dan beginilah suasana desa Bawa Mataulo.

Sampailah kita di depan tugu. Setelah tawar menawar harga atraksi lompat batu kami siap dengan kamera masing masing untuk mengabadikan. Pelompat yang menggunakan baju adat pun melakukan persiapan.
Si pelompat ada di ujung sana..
Saat aba aba dimulai dengan hitungan 123, pelompat dengan cepat berlari dan hupppplaa... berhasil melompati tugu batu dengan tinggi 2,1 meter, lebar 90 m dan panjang 60 m yang telah berusia ratusan tahun.
my best shoot... :)
Horeee...Alhamdulilah saya dapat momen yang pas banget. This is my best shoot dan sekarang foto ini sedang berjuang apakah layak untuk dijadikan kalender atau tidak? Sssttt...saya sudah kirim foto ini ke redaktur, semoga menang yaa biar dpt fee hihihii... 

Many thanks deh sama hp tercintah *ciumciumxperia* 
Oke.. lompatan pertama berhasil, lanjut lompatan kedua dimana kami sekarang menjadi obyek foto yaitu dengan berdiri di balik tugu batu.
Foto milik mas Iwok
Yeaaayyy... lompatan kedua berhasil tapi ada yang janggal di situ? Tebak apa coba? Yuppp bener banget, saya dan mas Iwok salah ekspresi, kami tidak menunjukan rasa takjub pada si pelompat batu, kami malah sadar kamera hahahaha.... #tutupmuka

Oiya ada yang penasaran dengan harga atraksinya? Untuk 2 kali lompatan (yang tidak bisa diulang) harganya Rp. 250.000. Mahal atau murah? Silakan ambil kesimpulan sendiri, tapi menurut saya harga segitu so so lah karena mengingat latihannya membutuhkan waktu bertahun tahun dan kebayang dong... resikonya kalo gagal melompat pasti bisa cedera. Yaiya lah kalo kepentok tugu batu pasti sakitnya minta ampun

Setelah pelompat sudah unjuk kebolehan kami masuk ke dalam istana kerajaan Nias yang letaknya tepat di depan tugu batu. 
Interior istana
Jadi yaa ceritanya istana yang berlantai 2 ini dulunya tempat tinggal raja. Terlihat pada foto di kiri atas adalah kursi/singgasana raja. Trus yang putih berjejer itu tulang rahang babi, entah apa artinya pajangan rahang babi itu? Mungkin itu salah satu koleksi raja.

Menilik dari bangunannya, istana ini terbuat dari kayu batangan/gelondongan yang susun tanpa menggunakan paku hanya pasak kayu saja yang menjadi pengait kayu satu dengan lainnya. 
Lihat betapa kokohnya kayu tersebut dan hebatnya lagi kayu tersebut gak dimakan rayap maka dari itu meski sudah berusia ratusan tahun, istana ini masih kuat dan masih digunakan untuk upacara adat tertentu.

Ketika kami di dalam istana, hujan turun dengan suksesnya membuat saya ketar ketir jangan jangan nanti penerbangan kami kena delay. Dengan menerobos rintik hujan kami menyudahi kunjungan ke desa Bawa Mataluo menuju Bandara Binaka, Gunung Sitoli.

Alhamdulilah hujan berhenti jadi menghapus kekhawatiran saya akan delay :) 
Pulangnya kami harus off road lagi di pesisir pantai. Kali ini sudah terlihat banyak kegiatan pantai yang dilakukan warga.
Anak pantai...




Saya akui pemandangan pantai Nias sungguh cantik...
Akhirnya kami tiba di bandara Binaka pukul 13.30 untuk penerbangan pukul 15.30 dan lagi lagi delay 30 menit. Sampai bandara Kuala Namu Medan jam 17.00 menunggu penerbangan ke Jakarta yang ternyata... delay lagi delay lagi...

Meski ditemani rintik hujan, perjalanan tergolong lancar tapi sempat panik karena pesawat berhenti sebentar di angkasa dan AC tiba tiba mati. Tak berapa lama pesawat mendarat selamat di Soetta jam 21.30

Dengan menginjakan kaki di Jakarta berarti usai sudah perjalanan kemanusiaan #NiasHandinhand kami. Alhamdulilah semua berjalan dengan lancar dan buat saya pribadi ini merupakan Memorable Trip karena banyaaaak sekali pelajaran yang dipetik dan berkenalan dengan orang orang hebat yang selalu menolong dengan ikhlas.

Satu hal yang harus saya tanamkan dalam hati yaitu harus selalu bersyukur dan terus bersyukur karena Allah telah memberikan banyaaak sekali kemudahan dalam hidup saya.

Terima kasih Tango Wafer, Mommies Daily, Yayasan Obor Berkat Indonesia dan semua rekan yang selama 3 hari selalu bersama. Semoga kebersamaan dan keikhlasan berbagi kami tidak terhenti sampai disini. Amin...


Senin, 25 November 2013

Memorable Trip Nias Hand in Hand #Day 2

Setelah ngendon sekian lama di draft akhirnya tersentuh juga tulisan ini. Meski sangat terlambat tapi saya harus menuntaskan cerita perjalanan kemanusiaan di Pulau Nias. 

Hari pertama yang sukses ditutup dengan pesta duren, akhirnya malam itu kami bobo cantik di Wisma Soliga. Bangun pagi, bersiap siap lanjut menikmati sarapan dan tak lupa explore hotel sekitarnya.
Yeaayy i'm ready...
Jam 8 siap memulai aktivitas hari ini dengan agenda pertama yaitu mengunjungi Puskemas Desa (Puskesdes) dusun IV, Banua Gea. Dengan menempuh perjalanan sekitar 2 jam kami tiba di tempat. Oiya dari awal pihak panitia menghimbau untuk menggunakan sepatu keds karena medan yang akan ditempuh hari ini lumayan berliku. 

Katanya untuk menuju ke Puskesdes kami harus berjalan kaki karena mobil tidak bisa masuk ke dusun tersebut. Tapi...alhamdulilah ketika kami datang, jalanan sudah bagus, kami hanya jalan kaki sekitar 10 menit saja. Itu menandakan sudah adanya perbaikan sarana dan prasarana bagi masyarakat setempat untuk mempermudah aktivitas mereka.
Puskesdes yang sangat membantu warga
Puskesdes itu lokasinya benar benar terpencil jauh dari mana mana. Menurut penuturan salah satu warga, sebelum adanya Puskedes jika akan berobat ke Puskesmas maka harus menempuh perjalanan sekitar 2 jam perjalanan. Ya Allah..kebayang kan? Udah sakit harus jalan jauh pula untuk berobat. Mending perginya naik motor atau mobil, ini jalan kaki loh... :(

Kegiatan seperti imunisasi kerap dilakukan oleh team medis di Puskesdes ini. Bersyukur team medis selalu rutin mendatangi Puskesdes sehingga warga tak segan lagi untuk berobat disana. 

Ketika kami datang sedang dilakukan jadwal imunisasi, jadi banyak sekali ibu yang menggendong balitanya untuk diberikan imunisasi.
Kegiatan di Puskesdes
Kalo boleh jujur nih..saya terharu banget melihat anak anak kecil yang kurang mendapat perhatian kesehatannya. Beberapa anak terlihat badannya kurang sehat dan ketika saya bertanya kepada ibunya, dijawablah : "maklumlah bu.. anak saya banyak jadi gak bisa memperhatikan satu persatu anak". Saya dibuat kaget oleh jawaban si ibu ketika ditanya berapa anaknya? Dia menjawab 5 orang dan ketika saya tanya berapa usia ibu? Dijawab 25 tahun dan anak sulungnya berusia 6 tahun. Gubraaakk... jadi si ibu ini tiap tahun melahirkan anak *speechless*. Trus kapan dong si ibu bisa sedikit leha leha menikmati "me time"? Kalo menurut saya sih boleh saja mempunyai anak banyak tapi kalo bisa mbokya diberi jarak kehamilan. Hmmm...sepertinya edukasi tentang pentingnya keluarga berencana harus digalakan di sini.

Tapi di sisi lain saya melihat perjuangan team medis untuk memberikan pengetahuan kepada ibu ibu patut diacungkan jempol. Mereka mengedukasi pentingnya pemberian ASI pada bayi hingga berusia 2 tahun. Jadi tak heran beberapa bayi terlihat sehat.


Sekitar 1 jam kami disana dan sebelum pulang kami berfoto bersama dulu :)
Foto milik mas Iwok :)
Kunjungan kedua masih di desa Banua Gea tetapi beda dusun dan inilah puncak dari seluruh acara yaitu kami akan berbagi dan menghibur warga dusun 1-3 yang merupakan desa adopsi Tango. Acara tersebut bertajuk "Kamis Ceria bersama Tango dan OBI". 

Ketika kami tiba disana para warga dusun sudah berkumpul di rumah Bapak Kepala Desa Banua Gea dan siap bersenang senang. Kegiatan pertama sebagai ice breaking adalah menyanyi bersama dipandu oleh Bu Fasti yang merupakan istri dari Pak Bike dari OBI. Bu Fasti ini salah satu "motor" yang banyak memberi edukasi warga dusun. Selain Bu fasti ada juga permainan yang dipandu oleh Joni dari team OBI.
Ekspresi bahagia warga dusun
Setelah suasana mencair kami membagikan beberapa buku hasil sumbangan teman teman dalam program #HandinHand. Sebelum menerima buku ada pertanyaan yang harus dijawab dulu oleh adik adik etapiii...beberapa pertanyaan justru dijawab oleh ibunya :)
Pembagian buku
Lanjut acara berikutnya yaitu pembacaan buku oleh mas Iwok yang mengambil cerita Sepatu Idaman dari serial Sepatu Dahlan. Iyaa..mas Iwok adalah pengarang buku tersebut, jadi surprise banget yaa mendenger cerita langsung dari pengarangnya.
Ayooo dengar cerita
Cerita Sepatu Dahlan sangat inspiratif mengajarkan anak anak untuk rajin belajar dan teruslah berusaha mewujudkan mimpi menjadi orang besar. Saat membaca buku bersama, anak anak terlihat serius memperhatikan. Semoga saja cerita inspiratif itu membekas di hati dan mereka berusaha untuk mengejar mimpinya.

Usai membaca buku kami bagi bagi lagi dan kali ini membagi beberapa mainan yang sudah dibawa. Senang bercampur haru melihat meraka menerimanya. Mainan itu sangat berarti buat mereka bahkan mereka memeluk erat seolah enggan dilepaskan.
Ini mainanku....

Ada sedikit kericuhan saat pembagian mainan karena ada beberapa anak yang bukan berasal dari dusun binaan Tango Peduli ternyata masuk dan meminta mainannya sehingga anak warga dusun ada yang tidak kebagian. Tapi alhamdulilah karena mainan dan buku yang kami bawa banyak akhirnya semua mendapatkan. Ruangan saat itu benar benar penuh sesak hingga oksigen terasa kurang sekali. Hal ini mengakibatkan salah seorang ibu hamil ada yang hampir pingsan, hikss...

Matahari sudah tepat di atas kepala dan perut sudah teriak minta diisi, saatnya kami santap siang bersama para warga. Ibu ibu warga dusun 1-3 memasak untuk kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dengan menu ayam goreng, lele bumbu kuning dan sayur sawi yang semua bahannya diambil dari kebun dan ternak meraka.
Mari makan...
Makan siang kali ini menunya sangat sederhana tapi...beneran deh lele bumbu kuning dan sambalnya juaraaaa banget. Kami semua sampai nambah lelenya. Slurrrpphh banget dan rasanya bener bener nampol di lidah :
Menu sederhana tapi rasanya nampol di lidah

Urusan perut selesai, kami pamit kepada pak Kepala Desa untuk melanjutkan perjalanan berikutnya. Senang rasanya sudah berbagi bersama warga dan membuat mereka tersenyum gembira. Semoga suatu saat kami bisa bertemu lagi dan melihat mereka dengan keadaan lebih baik.

Siang itu matahari sangat gencar memancarkan sinarnya dan kami berjalan menuju rumah Oprianus Gea. Siapakah Oprianus Gea itu? Nanti saya kasih bocorannya yaa.. :) Sekarang saya mau cerita perjalananan menuju kesana. dimana kami harus tracking kurang lebih sekitar 1 km melewati sawah, menyeberang jembatan di atas sungai dan melintasi hutan.
Tracking seruuu...
Jadi yaa ceritanya jalan menuju rumah Oprianus ini awalnya tanah biasa dan berbatu tapi sejak ditemukan rumah Oprianus keadaan jalan menjadi lebih baik yaitu sudah dilapisi aspal selebar 1 meter hingga bisa dilalui kendaraan sepeda motor.

Hamparan sawah nan hijau menemani perjalanan kami. Itu yang membuat kami merasa senang dan melupakan rasa capek yang luar biasa.
Sawah nan ijo royo royo
Nyiur melambai...
Setuju kan kalo melihat yang beginian mata jadi seger? :)

Oke sekarang kita kenalan dengan Oprianus Gea. Dia adalah salah satu anak kurang beruntung yang harus tinggal bersama kedua orangtua dan 4 orang saudaranya di rumah kecil berukuran 2x2 meter. Iya hanya 2 x 2 meter saja...
Rumah asli yang tetap dipertahankan
Bayangkan bagaimana keadaannya? Rumah kecil yang jika diukur dengan kamar tidur kita ukurannya jauh lebih kecil itu harus dihuni oleh 7 orang. Di dalam rumah tak ada ventilasi apalagi perabotan rumah tangga, yang ada hanya 1 buah dipan untuk mereka gunakan tidur bersama. Mereka hidup dalam himpitan kemiskinan dan ketidaklayakan tempat tinggal selama bertahun tahun. Ya Rabb...saya benar benar miris melihatnya. 

Mungkin sangat sulit dipercaya jika saya tidak melihat sendiri, hanya mendengar cerita saja tapi kali ini saya benar benar percaya kalau di negara kita yang kaya raya ada satu keluarga dengan keadaan sangat memprihatinkan. Helloow... apa kabar para koruptor yang punya rumah lebih dari satu? 

Alhamdulilah sekarang keadaan rumah Oprianus jauh lebih baik sejak ditangani oleh team Tango dan OBI. Rumah mereka direnov menjadi lebih besar, lantai sudah disemen, ada jendela sebagai ventilasi dan dibuatkan dapur sehingga layak untuk dihuni. Untung masih ada orang yang peduli dengan nasib orang kecil dan bekerja tanpa pamrih menolong sesama. Benar benar sepak terjang Tango Peduli dan team OBI patut diacungkan jempol.

Beginilah keadaan rumahnya sekarang, cukup layak untuk dihuni? Iyaa meski masih ada kekurangan disana sini tapi bersyukur sudah ada perbaikan. Dari segi kesehatan juga sudah masuk dalam kategori layak huni.
Rumah yang sudah layak huni
Selama kurang lebih 45 menit kami berada di sana, bermain, menghibur dan bagi bagi mainan untuk Oprianus beserta teman temannya. Tak lupa kami membawa bingkisan wafer Tango yang renyah, nyam...nyam..
Say cheese...
Hari menjelang sore hari, kami pamitan dengan tuan rumah dan melanjutkan perjalanan untuk refreshing sejenak di pantai Fofola. 

Dalam perjalanan pulang dari rumah Oprianus saya berpikir betapa beruntungnya saya atas keadaan yang telah Allah titipkan pada kami sekeluarga. Bisa memiliki rumah yang layak huni, kendaraan yang bisa mengantar saya kemanapun saya pergi, sandang pangan yang cukup, kesehatan dan pendidikan Samara yang Insya Allah adalah yang terbaik menurut kami dan kenikmatan kenikmatan lain yang tidak bisa diperoleh Oprianus sekeluarga. 

Terima kasih ya Rabb atas segala nikmat yang telah Engkau berikan pada kami. Dan maafkan kami .. yang selama ini masih menuntut, selalu merasa kurang dan terkadang lupa bersyukur padaMu.. 

Hari itu emosi saya benar benar terkuras melihat keadaan orang orang yang kurang beruntung, terhimpit kemiskinan. Mari kita bersyukur dan selalu bersyukur atas nikmat Allah yang tak terhingga. 


Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan? (QS, Ar Rahman)
 
To be continued... karena saya gak bisa membendung air mata ini yang sukses mengalir.

Selasa, 12 November 2013

Memorable Trip Nias Hand in Hand #Day 1

Alhamdulilah akhirnya tiba juga saatnya saya menerima hadiah hasil dari menang sharing blog competition. Tepat pada tanggal 31 Oktober 2013 selepas sholat subuh saya diantar Ayah menuju terminal Blok M untuk selanjutnya naik bis Damri ke bandara Soetta. 

Pagi itu sebelum meninggalkan rumah, perasaan saya campur aduk banget, di satu sisi gembira karena impian saya untuk berbagi kebahagian dengan anak anak Nias bakal segera terwujud tapi di sisi lain saya harus meninggalkan Samara yang tengah sakit demam dan batpil. Dengan menguatkan hati dan mengucap Bismillah saya pamit kepada Samara yang masih tertidur pulas. Untung saja saat itu ada Eyang Samara yang sengaja datang ke Jakarta untuk menemani Samara selama saya ke Nias.

Tiba di terminal blok M pukul 5.20 lanjut perjalanan ke Soetta memakan waktu 50 menit saja. Tepat pukul 6.10 saya tiba di terminal 1B dan sesuai jadwal akan diadakan technical meeting terlebih dahulu. Begitu sampai terminal 1B dengan pede-nya saya langsung masuk ke dalam tapi ternyata para rombongan masih berada di luar terminal, hihihi...

Tak berapa lama rombongan masuk dan saya berkenalan dengan mas Iwok dan @ruthwijaya yang menjadi pemenang sharing blog competition juga, kemudian mba Yuna Kristina (Public Relation Manager), mba Fani (Brand Manager) dan Liem (Team IT) dari Tango Wafer. Selain itu juga ada mba @justsilly, Adisty (@gajahbleduk) dari perwakilan Mommiesdaily, mas Anto (Yayasan Obor Berkat Indonesia) dan 2 orang wartawan foto dari Suara Pembaharuan yaitu bang Iwan dan bang Dede dari Okezone. 

Yeaay... ready to go
Rombongan sudah lengkap, mari kita masuk ke ruang tunggu untuk menanti penerbangan ke Kuala Namu Medan. Jadwal penerbangan pukul 8.00 tapi seperti biasa pesawat maskapai penerbangan "Singa" selalu saja mengalami keterlambatan. Setelah delay sekitar 30 menit kami masuk ke dalam pesawat, meski delay tapi Alhamdulilah gak terlalu lama. Kebayang kan kalo lama pasti semua acara yang sudah terjadwal bakalan mundur juga.

Penerbangan Jakarta Medan memakan waktu kurang lebih 2 jam, lumayan lah bisa bobo cantik sebentar :) Sekitar pukul 10.45 kami tiba di bandara international Kuala Namu. Bandara yang resmi beroperasi sekitar bulan Juli 2013 untuk menggantikan Polonia, tergolong bandara yang ramai dengan jadwal penerbangan baik domestik maupun internasional. Masih ingat jelas ketika terakhir ke Medan tahun 2007 mendarat di Polonia, sumpah...itu bandara sudah kurang layak banget. 

Turun dari pesawat kami langsung menuju ke ruang transit untuk selanjutnya menanti penerbangan ke Gunung Sitoli, Nias. Sekitar 1 jam kami menunggu di ruang tunggu yang masih rapi tertata. Lagi lagi delay.. pesawat yang harusnya membawa kami ke Gn Sitoli jam 11.30 akhirnya mundur jadi jam 12.30. Tapi beruntung juga delay hingga kami tak sia siakan kesempatan ini untuk menjelajahi bandara baru dengan tak lupa foto foto narsis :)

New Airport

Kuala Namu Aiport
Karena bandara Kuala Namu yang masih baru maka ada beberapa fasilitas yang masih dalam pembangunan. Begitu juga dengan restonya masih belum banyak yang buka. Tapi so far Kuala Namu jauh lebih nyaman dari Polonia.

Pukul 12.30 kami berangkat menuju ke Gunung Sitoli menggunakan pesawat baling baling berkapasitas sekitar 70 orang. Pertama kali melihat pesawatnya saya agak agak serem juga karena kecil dan pintu masuknya cuma ada 1 yaitu di bagian belakang. 

Pesawat baling baling bukan bambu :)

Ketika memasuki pesawat terasa hawa yang sangat panas dan saya berpikir, waduh...kok AC nya gak berasa ya? Kebayang selama 50 menit penerbangan bakal seperti sauna nih.. kegerahan yang luar biasa. Tapi ternyata dugaan saya salah, ketika mesin dinyalakan hawa di cabin makin terasa sejuk. Alhamdulilah..

Pengalaman pertama kali naik pesawat baling baling adalah suara yang super berisik ketika take off. Saya sampai harus menutup kedua telinga saking berisiknya, hingga ada anak balita yang menangis kejer ketika take off. Tapi begitu pesawat berada di angkasa, suara mesinnya sudah gak begitu memekakkan telinga.

Di atas penerbangan Medan-Nias kami disuguhi pemandangan yang indah yaitu kombinasi hamparan laut, bukit dan kebun kelapa sawit ditambah lagi gumpalan awan seperti kapas. Jujur saja selama perjalanan saya tak hentinya memuji keagungan-Nya.

Subhanallah lihatlah betapa cantik pantai Nias dilihat dari atas, gradasi warna biru dan hijau makin mempercantik pantainya. Bersyukur juga cuaca siang itu cerah banget.
Foto dari twitpic milik @ruthwijaya
Alhamdulilah tiba di Bandara Binaka Gunung Sitoli pukul 13.40, saya sempat melihat sekeliling bandara tersebut. Iyaa...bandaranya kecil dan posisinya tak jauh dari rumah penduduk. 


Touch down Binaka Airport
Ya'ahowu... 
Itulah sapaan khas Nias yang kurang lebih artinya sama dengan Horas untuk bahasa Batak. Selama berada di Nias diharapkan jika kita bertemu dengan orang maka sapalah dengan Ya'ahowu maka mereka akan membalas dan lebih menghargai kita.

Di bandara Binaka kami sudah dijemput oleh team OBI (Obor Berkat Indonseia) yang memang partner team Tango Wafer untuk menjalani program #handinhand. Kami menuju ke Posko OBI dengan menempuh perjalanan sekitar 20 menit hingga tiba di Jl. Diponegoro KM 6 Fodo, Gunung Sitoli.



Di situ kami istirahat sejenak sambil menikmati makan siang, sholat, briefing dan lanjut perkenalan satu persatu. Briefing yang dibuka oleh mba Yuna menceritakan sekilas tentang Program Tango Peduli Gizi. Sedikit saya singgung bahwa Wafer Tango bekerjasama dengan yayasan OBI mengukuhkan kembali komitmennya untuk memperbaiki kondisi anak Indonesia dan menciptakan masa depan yang lebih baik dengan meluncurkan program Tango Peduli Gizi (TPG).

Program TPG merupakan pengembangan dari program TPG keluarga yang terdiri dari pendampingan gizi, pemberdayaan ekonomi dan renovasi Rumah Sehat Tango yang meliputi perbaikan sanitasi dan ventilasi membawa dampak signifikan terhadap perkembangan gizi anak. 

Melihat keberhasilan tiap keluarga itulah pada tahun 2012 Tango memperluas progamnya dengan target sasaran yang tadinya keluarga menjadi desa, yaitu melakukan program adopsi desa Banua Gea dengan melakukan kegiatan :
  • Pemberian Makanan Tambahan untuk anak bergizi kurang selama 3 bulan
  • Home visit dan poerawatan untuk anak bergizi buruk
  • Rumah sakit Tango yang meliputi perbaikan sanitasi dan ventilasi rumah untuk keluarga dan anak bergizi buruk
  • Pendampingan, penyuluhan gizi serta pola hidup sehat (mencakup pengetahuan untuk mengolah bahan makanan yang tersedia di sekitar untuk menghasilkan makan yang bergizi, cara mengolah bahan makanan yang baik dan benar serta pola perilaku hidup sehat) untuk ibu dan anak di desa Banua Gea
  • Pemberdayaan ekonomi dan pengadaan gizi dengan memberikan bibit ternak (ayam dan lele) serta sayuran sebagai sumber gizi desa serta tambahan ekonomi.
  • Perbaikan Prasarana Kesehatan di 5 Puskesmas pembantu dengan memberikan alat kesehatan serta pendampingan, penyuluhan dan pemberian motivasi untuk tenaga ahli di wilayah tersebut.
    Beginilah kurang lebih hasil dari program tersebut. Bibit lele yang diternakan dalam suatu kolam dan sayur sawi yang nantinya bisa dikonsumsi atau dijual.


    Setelah breafing kami melakukan kegiatan perdana yaitu kunjungan ke rumah Brian Harefa. Siapakah Brian Harefa itu? Tunggu... Nanti saya kasih bocorannya yaa :)

    Pukul 4 sore kami melaju ke lokasi rumah Brian dan menempuh perjalanan sekitar 30 menit kami tiba disana. Sesampainya disana saya melihat anak kecil berkaos merah dan ketika ditanya siapa namanya? Dia menjawab : Brian.

    Yuppp.. itulah Brian. Dia adalah salah satu anak yang pernah mengalami gizi buruk dan mendapat perawatan intensif di Balai Pengobatan Tango selama kurang lebih 4 bulan. Alhamdulilah sekarang Brian sudah sehat dan seperti apakah dia sekarang? Ini dia anak yang pernah saya ceritakan disini

    Sehat terus ya nak...
    Saat pertama kali melihat Brian, sungguh air mata ini tak bisa terbendung. Sambil bersalaman dengan Brian saya menitikkan airmata. Mengapa? Karena saya tak menyangka bisa bertemu dengan anak yang menjadi tokoh utama dari blog sharing saya.

    Dari cerita itulah yang kemudian mengantarkan saya ke Nias untuk bertemu Brian. Senang rasanya bisa bertemu dengan Brian, melihat badannya yang sehat, pertumbuhannya juga bagus dan bisa ceria kembali bersama keluarganya.

    Sore itu di depan rumah Brian, anak anak sudah berkumpul dan kami mengajak bermain serta bernyanyi bersama sambil tak lupa membagikan mainan yang kami bawa. 

    Senangnya mendapat mainan..

    Berkumpul dan bernyanyi bersama

    Betapa senangnya melihat anak anak menerima mainan itu. Mainan yang sudah tidak digunakan lagi di rumah kita ternyata sangat berharga bagi mereka. Mata mereka begitu berbinar ketika menerima mainan dan mengembang senyum di bibir mungilnya. Pemandangan itu priceless banget buat saya. Jadi kebayang begitu banyaknya mainan Samara di rumah dan Alhamdulilah si kecil mau memberi beberapa mainannya untuk saya bawa ke Nias.

    Sekitar 30 menit kami bercengkerama dengan Brian dan teman teman, tiba saatnya kami pamit karena harus melanjutkan perjalanan untuk kunjungan kedua yaitu ke rumah Krisman Waruwu. Dengan menempuh perjalanan sekitar 20 menit kami tiba di rumah Krisman.

    Siapakah Krisman Waruwu? Dia adalah anak yang dulunya menderita kurang gizi dan mengidap penyakit Tubercolosis. Setelah mendapat perawatan intensive dari team dokter Balai Pengobatan Tango, Krisman dinyatakan sehat dan sekarang pertumbuhan badannya kembali normal. Krisman kini sudah duduk di kelas 2 Sekolah Dasar.   

    Krisman yang berbaju kuning
    Keluarga Krisman juga salah satu keluarga yang berhasil karena dulu mereka tinggal di rumah sempit dan sekarang setelah mendapat pembinaan, mereka berhasil membangun rumah yang layak huni dan orangtuanya juga telah membuka warung sebagai mata pencaharian.

    Di rumah Krisman kami juga bernyanyi bersama dan tak lupa berbagi mainan serta makanan yang tak lain adalah Wafer Tango. Hmmm...nyam nyam :)

    Tak terasa waktu telah menunjukan pukul 17.45 saatnya kami menyudahi kunjungan kedua dan langsung menuju ke Rumah makan Grand Kartika yang letaknya di tepi pantai. Sayang sekali sore itu kami terlambat melihat indahnya sunset. Akhirnya kami hanya menikmati lembayung senja yang indah sekali.

    lembayung senja...
    Makan malam kali ini serasa nikmat sekali karena ditemani suara deburan ombak. Selain itu aneka seafood yang dihidangkan juga nikmat sekali rasanya. Sambil menikmati makan malam kami saling berbagi cerita tentang kedua kunjungan tersebut.

    Nyam...nyam..
    Alhamdulilah perut sudah terisi dan hari juga semakin malam. Kami pulang menuju ke penginapan tapi... di tengah perjalanan melihat tumpukan durian dan taraaaaa... kami pun berhenti sejenak untuk menikmati durian Nias. Horeeee.... cuci mulutnya durian euy :) *loncatloncatgirang* 

    Setelah tawar menawar akhirnya sepakat perbuahnya dihargai Rp. 5.000, huaaa...murah banget kan? Rombongan kami menghabiskan 10 buah dan itu artinya cuma membayar Rp. 50.000. Aduhhh....rasanya pengin saya borong duriannya trus dikupas dan masukan ke wadah kedap udara untuk dibawa ke Jakarta. Karena tahu sendiri dong... harga durian di Jakarta ruarrrr biasa mahalnya.

    Inilah penampakan durian yang bikin saya klepek klepek saking murahnya. Oiya, jangan ditanya yaa saya menghabiskan berapa buah durian? hahaha.... yang pasti puaaas banget :)    
    Durian murah meriah yang bikin kalap

    Alhamdulilah perjalanan hari pertama ditutup dengan pesta durian yang menyenangkan, hohoho... Akhirnya kami pulang ke penginapan dan beristirahat karena besok pagi akan ada perjalanan yang tak kalah menyenangkan dan pastinya butuh ekstra tenaga.

    *to be continued*